Masyarakat
Jahiliyah antara Kuno dan Modern
Sejatinya kata jahiliyah
bukan lagi menjadi perbincangan kita, karena masyarakat jahiliyah itu
adalah refleksi mayarakat terdahulu sebelum mereka mendapat bimbingan agama dari
Tuhan (Allah) yang dibawa oleh para nabi-nabi. Kata jahili tidak hanya
bermakna “kebodohan” tapi bergantung pada sejarah ialah masyarakat yang
cenderung agresif untuk kepentingan-kepentingan mereka sendiri.
Sebelum Islam datang sebagai
pencerahan pada keadaan masyarakat pra-Arab sejak itu sering kali terjadi
kekerasan di mana-mana. Bahkan pembunuhan terhadap anak dan kerabat bukan hal
yang mengherankan tapi justru sebaliknya. Namun setelah Islam menjelang masuk
dengan doktrinya membenahi akidah ummat, masyarakat pada masa itu sudah mulai
melakukan transformasi pada kebaikan yang berlebihan dari sifat agresif dan
arogan tadi. Karena itu, semenjak masyarakat sudah tahu cara hidup dan
bermasyarakat yang baik, mereka mulai meninggalkan sikap hidup yang cenderung
agresif dan arogan.
Namun akhir-akhir ini kita seperti merasa
lagi bahwa pencerahan, atau dengan kata lain refeksi masyarakat(jaihil)
menjadi yang intelektualis sepertinya
masih ada pada zaman ini, zaman yang dibangga-banggakan karena hidup terasa
sempurnah dari terpenuhinya semua kebutuhan. Hanya saja bentuk dan wajah sifat jahili
orang sekarang tidak cenderung pada kepentingan-kepentingan kolektif tapi
individualis, bahkan bisa saja dikatakan lebih parah.
Mengapa saya katakan bahwa jahil-nya
orang sekarang lebih parah, coba kita bayangkan refkelsi fenomena akhir-akhir
ini yang cenderung tak memenusiakan lagi, semisal pemerkosaan terhadap wanita
di bawah umur bahkan pada kerabat terdekat, alih-alih setelah melakukan pemerkosaan
orang yang telah diambil permatanya masih dibunuh. Bukankah ini lebih kejam
dari orang jahiliyah dulu?
Setidaknya semua agama yang telah
berkontribusi untuk mengkonsep piagam belas kasih 2009 itu efeknya lebih besar
pada pencegahan kerusuhan antar agama, sementara pada persoalan di luar agama,
apalagi kepentingan yang individualis piagam itu tidak mempunyai tempat pijakan
lagi. Kata belas kasih oleh sumua agama dengan semboyannya “jangan lakukan
sesuatu yang tidak kamu inginkan kepada orang lain, seperti yang tidak orang
lain inginkan” seperti tinta yang mulai lebur dari sebuah kertas.
Tindakan ironis seperti pemerkosaan
yang telah dilarang keras oleh semua agama, bahkan di Arab pelaku tersebut
sampai dibunuh, di negara kita sudah seperti orang kecanduan pada rokok. Jadi
masyarakat yang nafsunya lebih kehewanan, dengan kata lain selalu cenderung
melakukan seks akan melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan nafsunya.
Biasanya ironi demikian, orang-orang
yang sudah kecanduan tindakan seperti tersebut, akan seringkali menonton atau
bercerita tentang sesuatu yang berbau seks dan hal ini bukan hanya satu kali
tapi bisa saja berulang-ulang kali, sehingga kemudian tak ayal bila praktek
nyata kepada seorang temannya akan mereka lakukan. Dengan apa mereka untuk
memuaskan nafsunya?.
Sifat jahil masyarakat sekarang juga ada
hubungannya dengan alat-alat tekhnologi yang telah kita anggap sebagai ciptaan manusia
yang cukup bisa membantu pemuasan keinginan mereka. Hp baik itu android, apple
dan lain sebagainya adalah satu kesatuan tekhnologi dari penyebab hilangnya
kecerdasan manusia, sehingga ia untuk membedakan mana perilaku yang baik dan
buruk tidak bisa lagi, bahkan bisa saja bukan sesuatu yang penting. Karena itu
kita hidup di jaman serba canggih ini harus pintar-pintar mengatur diri agar
kecerdasan tidak hiliang begitu saja, dan kita tidak menjadi bagian orang-orang
jahiliyah itu.
Dalam paham Stoasisme, utamanya dalam
etikanya bahwa perilaku yang utama
adalah perilaku yang selaras dengan alam semesta ini. kita, bukan hanya kita
sebagai makhluk hidup yang butuh empati dan rasa pengertian di dunia ini, bumi
sebagai makhluk hidup yang menyediakan banyak dari kebutuan manusia juga butuh sebuah
perawatan. Alam tidak pernah sesekali berkhianat pada manusia, dan sekali
manusia berbuat baik maka alam akan semakin tumbuh subur. Jadi ada kalanya jika
pelbagai bencana bermunculan, karena bisa saja alam ini murkah atas perilaku
manusia di muka bumi ini.
Oleh karena itu, kita sebagai
manusia yang masih berpijak di dunia ini harus banyak-banyak berusaha untuk
sadar terhadap apa saja yang dilakukan, walaupun sesuatu yang menurut kita luar
biasa sehingga kita alih-alih lupa pada dampaknya. Karena walaupun kesalahan
itu kecil dampaknya, tapi juga tak terprediksi bisa saja menjadi dua kali
lipat.
Efek
Hukum Terhadap Pemerkosaan
Selama ini kira-kira berapa orang
yang takut pada hukum bagi tindak pelaku permerkosaan?. Selama ini berapa kali
terjadi tindak permerkosaan pada kaum wanita?. Selama ini berapa banyak orang
yang peduli terhadap tindak keriminal ini?.
Jawaban untuk perntanyaan diatas bisa
dijadikan satu bahwa yang terpenting akhir-akhir ini fenomena tindak pemerkoasaan
rata-ratanya cukup tinggi. Bukan hanya di negara kita, Brazil dan India mencatatkan
9 Maret 2016 bahwah akhir-akhir ini negaranya ramai dengan kasus yang sama
yaitu perampasan hak seorang wanita, dengan diperlakukan seperti hewan
peliharaan yang seharusnya lebih
dikasihi karena beban mereka sebagai manusia cukup sangat memberatkan.
Sejak kasus tersebut, India sudah
melakukan perubahan undang-undang yang menjatuhkan sanksi berat kepada
pelaku pemerkosaan, namun perubahan
konsep tersebut tampaknya tidak menghentikan sama sekali pemerkosaan. Di Brazil
pun polisi-polisi sampai ditempatkan di segala tempat untuk menjaga agar kasus
seperti semula tidak lagi terjadi.
Memahami siklus kasus yang cenderung
menegasikan kehormatan wanita demi keinginan nafsunya, sepertinya masih akan
tetap berlanjut. Sebab hukum seberat apapun itu bukanlah menjadi ukuran untuk
mencegah kasus yang seperti demikian. Pemerkosaan ditinjau dari segi
Epistimologis adalah gabungan dua sifat manusia antara nafsu dan hubungan
seseorang yang cenderung mendorong
manusia untuk melakukan apa saja agar bisa memenuhi kedua sifat tersebut.
Mengahadapi semua ini, penting
kiranya berbicara ajaran Karen Amstrong (2009) ketika berhadapan dengan dunia
yang sudah tak beraturan lagi, menerapkan Dua Belas Langkah Menuju Belas Kasih
untuk menciptakan kebersamaan yang saling pengertian, menganggap musuh sebagai
sahabat dekat dan orang yang dibenci sebagai orang yang disayangi terasa lebih
efektif dengan keadaan manusia jahili sekarang. Dunia ini sudah tidak
bisa lagi bergantung pada aturan, sifat manusia yang brutal akan terus buta
terhadap pelbagai rintangan yang mengahalangi keinginan nafsunya.
0 Comentarios