Nilai Seni yang Terdistorsi


Hari ini kebutuhan manusia semakin meningkat. Setingkkat dengan populasi manusia. Industrisasi (kapitalisme) yang dikritik Marx dan Marxis karena memperbudak manusia, menunjukkan peningkatan yang luar bisa. Herannya, peningkatan industri hari ini juga diikuti dengan manusia yang bergelar dan berkemampuan khusus.

Para ilmuan yang sering mengurung di laboratoriumnya untuk meneliti ilmu alam sekarang banyak dibiayai oleh perusahaan besar dengan modal dan upah yang fantastis. Akhirnya manusia berlomba-lomba menjadi manusia yang diharapkan perusahan. Setidaknya seperti para ilmuan tersebut walaupun tidak meniru secara substansi, melainkan secara persepsi. “Aku harus jadi orang pintar dan bergelar sarjana sampai doktor dan bisa mendapatkan uang yang banyak”. Begitulah persepsi realitas manusia dalam kemenjadiannya sebagai makhluk berkebutuhan.

Dengan demikian, sekolah dikejar setinggi-tingginya untuk mendapatkan ijazah dan gelar diperuntukkan untuk industri. Industri yang menawarkan jasah dan upah yang besar. Begitu pesatnya perubahan dunia saat ini serta perkembangan kebutuhan manusia.

Penyakit ini juga menimpa para seniman dan penulis, dan tidak sedikit para sastrawan dan seniman menelurkan karya-karyanya demi uang. Di Turki, misalnya,  para seniman dan penulis saling bunuh disebabkan ambisi mereka untuk mendapatkan uang dari kerajaan. Sehingga pada waktu itu seniman dan penulis semakin meningkat, tapi kekerasan dan pembunuhan juga turut meningkat.
Lukisan-lukisan para seniman yang indah menggambarkan sisi kejelekan satu kerajaan, dan seniman dari kerajaan lain gubuhannya juga diperuntukkan pada kerajaan yang satunya. Sehingga di Turki, seniman menemukan persepsi baru tentang karya seninya. Ia berkaya bukan karena dirinya melukis alam, tapi lebih pada otoritas kebutuhan untuk uang. Di sini kita menemukan nilai seni yang sudah terdistorsi.

Oleh karenanya, Orhan Pamuk, seorang novelis dan sastrawan  peraih Nobel 2006 lalu, dari Turki, dalam bukunya Namaku Merah, mengkritik dengan halus. Ia menunjukkan bagaimana permainan para seniman dalam menelurkan karyanya yang tidak lagi berdasarkan dirinya yang alami.
Gambar latar belakang di atas: dua gambar tangakai pohon di pojok, dan gagasan Orhan Pamuk di tengah-tengah bermaksud bahwa di jaman ini kesenian memang tidak bisa lepas dari kebutuhan manusia. Sehingga seni tidak menolak atau menghindarinya. Dari ketidakbisamunduran inilah, tidak terlepas dari nilai dan keberadaannya dalam dunia modern, seni memosisikan dirinya di tenga-tengah. Seni harus tetap hidup dan tetap mencerminkan keindahan estetikanya.


0 Comentarios

Follow Me On Instagram