Integritas Agama



            Akhir-akhir ini Indonesia, sebagai bangsa multikultur, diramaikan dengan kasus-kasus pelecehan nama agama. Terbentuknya gabungan-gabungan aksi dari berbagai penjuru, menuntut sebuah keadilan bagi pelaku pelecehan. Gabungan aksi itu berupa aksi 212 yang serupa lautan manusia di Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai integritas tersendiri dalam sebuah gerakan pembelaan.
            Integritas tersendiri berarti suatu kalangan, baik agama dan suku memiliki sifat dan mutu yang menunjukkan kesatuan tersendiri dan memiliki potensi serta kemampuan memancarkan kejujurannya. Sehingga apabila nama suatu agama dilecehkan, baik sengaja atau tidak disengaja, akan menyulut integritas tersebut menjadi gabungan aksi yang menuntut keadilan hukum. Hal itu bisa kita temukan pada kasus Ahok dan puisi Sukmawati yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan.
            Menurut Ali Syariati, seorang pemikir Iran, esensi kebangsaan adalah titik pusat dari nasionalisme. Sedangkan kebebasan politik, kepribadian bangsa dan kebudayaan bahkan juga agama bisa berupa idealisme, materialisme dan bahkan fasisme. Sangat menarik apabila kita mencoba mencermatinya lebih dalam lagi, dan melihat kondisi Indonesia yang dalam keadaan gaduh.
            Kondisi gaduh yang melibatkan kelompok-kelompok agamawan dengan beberapa nama yang telah dianggap melecehkan agama tidak bisa dilepaskan dari dua aspek antara idealisme dan kebebasan politik. Untuk memahami inti persoalan tersebut melihat integritas yang berbeda, utamanya agama, dalam naungan nasionalisme sangat penting.
            Integritas agama adalah kesucian dan kebenaran hakiki yang wajib ditaati oleh pemeluknya. Sementara integritas nasionalisme adalah kebangsaan, yakni meliputi segala aspek, baik perbedaan agama, suku, budaya dan bahasa. Walaupun beberapa cendekiawan muslim menganggap bahwa Islam telah berintegrasi dengan berbagai aspek di dunia ini. Tapi persoalan idealisme keduanya masih ada jarak perbedaan dan bahkan sulit untuk menerima satu sama lain.
            Idealisme dalam integritas suatu agama sangat kuat. Dengan kata lain, idealisme dalam integritas suatu agama adalah cara pandang terhadap suatu persoalan. Cara pandang yang dibumbui idealisme fanatik dan idealis hasilnya tentu akan berbeda. Inilah yang kemudian membuat integritas suatu agama dalam melihat kebangsaan cenderung bermasalah.
            Kasus puisi Sukmawati salah satu contoh yang menggoyahkan integritas suatu agama. Memang sangat sulit menerima bila ada pelecehan seperti membandingkan suara kidung dan azan atau konde dengan cadar. Karena sebenarnya bukan integritas agama yang berhadapan dengan kasus itu, tapi idealisme individu atau kelompok dalam integritas suatu agama. Sehingga maksud-maksud kebudayaan dan keragaman dalam puisi itu menjadi tak berbudi daya.
            Asghar Ali Engineer, melihat Islam dengan integritas yang kuat di tengah perbedaan. Gus Dur juga melihat Islam berintegrasi dengan berbagai macam perbedaan di tanah air ini. Artinya apa? Bahwa integritas agama yang suci dan sakral mengelabuhi semua persoalan dengan cara bijaksana. Memandang sesuatu dengan kembali memandang integritas agama Islam, dan tidak mengedepankan idealisme masing-masing individu. Sehingga cara pandang kita tidak menjadi fasis. Pandangan fasis akan melahirkan aksi-aksi yang lebih besar daripada sebelumnya.
            Kita seharusnya melihat kembali inti integritas agama itu sendiri. Bukan melihat doktrin atau tradisi agama, tapi cara pandang agama sendiri terhadap suatu persoalan. Pandangan agama bukan pandangan individu, tapi pandangan agama atau esensi agama dalam perbedaan. Dengan cara-cara tersebut suatu persoalan akan dilihat pada substansinya dan bukan dari perwakilan individu.
            Iqra’ perintah pertama Alquran menghimbau bacaan dalam dua aspek. Pertama aspek substansi dan kedua aspek luar. Jadi dalam membaca atau menafsirkan dengan dua landasan itu adalah indikasi bahwa pemahaman kita harus benar-benar mengenai aspek konteks dan teks. Bila pemahaman semacam itu dijadikan metode untuk memahami konteks Indonesia, maka sewajarnya integritas Indonesia terdiri kesamaan unsur dengan Islam.
            Dengan demikian, dalam menanggapi suatu kasus harus benar-benar memahami substansinya. Jika kasus dari seorang sastrawan maka harus dipahami dengan kaca seorang sastrawan. Jika ia budayawan, maka harus dipahami lewat kacamata budayawan. Karena, seperti halnya turunnya Alquran, teks yang tercipta selalu bersinggungan dengan konteks. Penafsiran yang baik selama ini juga selalu disesuaikan dengan konteks.
             

0 Comentarios

Follow Me On Instagram